Analisis Delphi


Selasa, 11 Juni 2013

Mengenai Delphi

Kebanyakan penggunaan utama dari metode Delphi adalah explorasi yang kreatif dan reliable mengenai ide-ide atau produksi informasi dalam penentuan keputusan, seperti kebijakan. Analisa Delphi berdasarkan kepada proses terstruktur untuk mengumpulkan dan memurnikan pengetahuan dari sebuah kelompok ahli atau pakar dalam arti mengenai sebuah lembar pertanyaan yang disebarkan dan umpan balik yang terkontrol (Adler dan Ziglio, 1966).
Menurut Helmer (1977) analisa Delphi mewakili alat komunikasi yang sangat berguna diantara kelompok para ahli dan juga memfasilitasi formasi penentuan atau keputusan kelompok. Menurut, Wissema (1982) menggarisbawahi bahwa kebutuhan atau penggunaan metode Delphi sangat penting sebagai salah satu dari teknik eksplorasi dalam meramakan teknologi. Lalu ke depan dia berpendapat bahwa metode Delphi telah berkembang dengan tujuan untuk membuat diskusi para ahli tanpa mengijinkan tingkah laku interaktif sosial seperti yang terjadi dalam diskusi kebanyakan dan pembentukan pendapat yang saling menghambat hasil keputusan. Menurut Baldwin (1977) menyisibkan bahwa ilmu pengetahuan yang dipahami oleh sedikit orang, penentu kebijakan harus mengandalkan intuisi mereka berdasarkan keahliannya. Metode Delphi telah sudah digunakan untuk menggeneralisasikan ramalan-ramalan dalam teknologi, pendidikan, dan bidang-bidang lainnya (Cornish, 1977).
Dasar-dasar dalam metode Delphi adalah bahwa latihan komunikasi group di antara ahli-ahli yang tersebar secara geografis (Adler dan Ziglio, 1996). Metode ini membuat para ahli dapat menyepakati keputusan secara sistematis dengan permaslaahan yang sangat kompleks. Esensi utama dari teknik ini hampir fokus pada permasalahan. Metode ini menggunakan media questionnaire yang didesain agar dapat memunculkan atau mengembangkan respon individu terhadap sebuah permasalahan dan mereview pendapat dari beberapa pakar atau ahli mengenai permasalahan yang telah ditetapkan.  Pada dasarnya, metode Delphi digunakan untuk menyelesaikan kekurangan dari aksi atau kegiatan komite yang konvensional, seperti pertemuan dan rapat-rapat yang menyulitkan.
Menurut Fowles (1978), dalam proses original analisa Delphi memiliki elemen kunci : pertama, menstruktur arus informasi; kedua, memperoleh umpan balik dari partisipan (pakar atau ahli);  ketiga, saling ketidaktahuan identitas antarpartisipan. Dengan jelas bahwa elemen-elemen ini memberikan keuntungan terhindar dari dinamika permasalahan kelompok diskusi dari konferensi tatap muka yang konvensional.

Menurut Fowles (1978), terdapat beberapa langkah dalam metode Delphi :
  1. Membentuk sebuah tim kerja yang mengambil keputusan dan meminitor analisa Delphi pada partisipan.
  2. Pemilihan satu atau lebih panel untuk berpartisipasi. Biasanya secara teratur kepada partisipan pada suatu daerah investigasi, seperti penelitian dan proyek.
  3. Melaksanakan ronde pertama questionnaire I Delphi.
  4. Menguji pengejaan (mengenai ambiguitas, kejanggalan, dlsb.) pada lembar questionnaire untuk penulisan lebih baik seperlunya.
  5. Menyerahlan lembar questionnaire pertama pada panelis.
  6. Analisa respon-respon dari ronde pertama.
  7. Persiapan terhadap ronde dua lembar pertanyaan Delphi (dengan pengujian yang memungkinkan).
  8. Menyerahkan lembar questionnaire II pada panelis.
9.       Analisa respon-respon dari ronde kedua (iterasi atau pengulangan proses langkah 7 hingga 9 dapat dilakukan menurut keperluan hingga tercapai stabilitas hasil yang didapatkan).
10.   Persiapan mengenai laporan oleh tim analisa untuk menyimpulkan hasil dari analisa.
Analisa Delphi menggunakan instrument penelitian berupa questionnaire. Questionnaire merupakan alat pemeroleh data primer yang disusun berdasarkan parameter-parameter analisis yang dibutuhkan dan  relevan sesuai dengan maksud dan tujuan dari penelitian. Penyusunan questionnaire dalam Delphi biasanya dibentuk dalam format tabulasi (matriks). Pada questionnaire I, disusun pernyataan hasil transformasi dari sub-indikator variabel, kemudian diverifikasi dan divalidasi oleh para pakar terkait. Setelah mendapatkan masukan dan pendapat dari beberapa pakar, kemudian pernyataan-pernyataan tersebut ditransformasikan menjadi pertanyaan yang dituangkan dalam bentuk questionnaire II, dan digunakan sebagai instrument pengumpulan data yang didistribusikan kepada responden yang dapat merepresentasikan populasi terkait variabel tersebut.

Tabel 1. Contoh Questionnaire I (Validasi Variabel)
                                                                                                  
No.
Variabel/Indikator/Sub-Indikator
1
2
3
4
5
Komentar/tanggapan
1
Manajemen


Dukungan manajemen perusahaan penyedia jasa
0
1
1
1
1


Inisiatif komptensi penyedia jasa
1
0
1
1
1

2
……






                Sumber : Hasil Olahan
Keterangan :
0 = Tidak Setuju
1 = Setuju

Tabel 2. Contoh Questionnaire II (Responden)

No.
Variabel X(n)
Tingkat Pengaruh terhadap Penyedia Jasa
1
2
3
4
5
1.
Dibutuhkan dukungan dari manajemen perusahaan dalam mengikuti pengadan jasa konsultansi secara elektronik




Ö
2.
Diperlukan inisiatif berkompetisi untuk dapat mengikuti pengadaan jasa konsultansi secara elektronik



Ö

3.
…………..








Tabel 3. Contoh Questionnaire III (Rekomendasi Pakar)
No.
Variabel
Penyebab
Rekomendasi Tindakan
1
2
3
4
5
Tambahan
1
Resistensi terhadap perubahan sistem pengadaan (X3)
Penyedia jasa belum siap dengan perubahan sistem pengadaan
Diperlukan peran pengguna jasa untuk melakukan perubahan sistem pengadaan barang/jasa dari konvensional menuju e-procurement secara bertahap dimulai dari daerah-daerah yang telah siap
1
0
1
0
1

2






Sumber : Hasil Olahan
Keterangan pengisian :
0 = Tidak Setuju
1 = Setuju

Menurut Delbecq, dkk. (1975) merpendapat bahwa hal yang paling penting dalam proses tersebut adalah pemahaman dan saling pengertian terhadap tujuan yang ingin dicapai dari dilaksanakannya analisa Delphi dengan seluruh pertisipan atau responden. Jika tidak, panel atau responden mungkin tidak akan menjawab seperlunya dan sebaik-baiknya, bahkan menjadi emosional dan kehilangan ketertarikan. Selain itu, responden merupakan orang yang seharusnya terinformasi dengan baik mengenai daerah yang diinginkan (Hanson dan Ramani, 1988) tetapi menurut Armstrong ( 1978) dan Welty (1972) mengatakan bahwa tingginya tingkat keahlian atau derajat pendidikan tidak diperlukan. Eksperimen yang telah dilakukan Brockhoff (1975) menunjukkan bahwa dalam kondisi yang ideal, kelompok berjumlah sekitar 4 orang adalah yang terbaik dalam diskusi tersebut.
Perlu diketahui bahwa sebelum memulai praktek metode Delphi, diperlukan berbagai pertimbangan berdasarkan beberapa pertanyaan :
-          Proses komunikasi kelompok seperti apa yang diinginkan dalam mengekslorasi permasalahan?
-          Siapa sajakah pakar atau ahli dalam permasalahan dan dimana mereka berada ? (terkait dengan informasi)
-          Teknik alternatif apa yang ada dan hasil apa yang diinginkan dari alternatif tersebut ?
Hasil dari analisa Delphi tidak lain hanyalah opini sehingga konsekuensinya adalah validitas hasilnya sama valid-nya dengan yang diutarakan oleh para ahli yang telah ditentukan.
Terdapat beberapa kritik dan dukungan terhadap analisa ini sejalan dengan penggunaan teknik analisa Delphi. Sejalan dengan kritik dan dukungan, keduanya dapat menjadi kelemahan dan kelebihan teknik analisa tersebut dalam aplikasinya. Beberapa diantaranya : 

1.       Kritik diutarakan oleh Martino (1978) terhadap metode Delphi tersebut, diantaranya :
  • Tidak memperhitungkan masa depan dan masa lalu sepenuhnya seperti perhitungan kondisi masa kini sehingga terdapat tendensi untuk tidak memperhitungkan masa depan.
  • Simplifikasi kepentingan. Para pakar menentukan kejadian-kejadian dimasa yang akan datang tapi terisolasi dari penyelenggaraan kegiatan lain sehingga pandangan keseluruhan terhadap kejadian-kejadian dimasa yang akan datang, dimana telah terdapat pengaruh pervasif, tidak bisa divisualisasikan dengan mudah.
  • Terdapat kemungkinan para pakar atau ahli menjadi “peramal” yang payah. Artinya, diharapkan para pakar atau ahli merupakan spesialis di bidangnya agar ramalan masa depan sebaik-baiknya.
  • Kemungkinan terdapat kebiasan format questionnaire mengenai kecocokan pertanyaan terhadap beberapa partisipan sosial yang potensial.
  • Terdapat esensi manipulasi karena hasil dipengaruhi oleh keinginan untuk memperoleh respon yang diinginkan melalu arah respon di ronde selanjutnya (iterasi selanjutnya).

2.       Goldschmidt (1975) menyetujui bahwa terdapat banyak kekurangan dalam pelaksanaan proyek-proyek penggunaan Delphi. Namun, terdapat fakta bahwa terdapat kemelesetan konseptual yang sangat penting antara mengevaluasi (kritik) teknik dan mengevaluasi aplikasi teknik itu sendiri.
Dari sisi lain terdapat dukungan-dukungan dari studi yang telah dilakukan, dapat menjadi sebuah kelebihan Delphi, diantaranya : 
  • Studi yang dilakukan oleh Basu dan Schroeder (1977), mirip dengan hasil studi yang dilakukan Milkovich (1972), dengan membandingkan ramalan-ramalan Delphi dari penjualan-penjualan selama 5 tahun terhadap ramalan subjektif dan kuantitatif menggunakan analisa regresi dan eksponensial, terhadap 23 anggota kunci dalam organisasi, diketahui bahwa pada 2 tahun pertama, diketahui error perhitungan berdasarkan Delphi sebesar 3-4%, 10-15% dengan metode kuantitatif, dan tepat 20% terhadap peramalan sebelumnya dengan ramalan secara subjektif. 

Dasar-dasar Delphi

Konsep dasar dan karakteristik dari Metode Delphi antara lain :
1.    Analisis Delphi memiliki 4 fase :
a.       Penataan arus informasi
b.      Umpan balik
c.  Jika ada ketidaksepakatan yang signifikan, maka dilakukan eksplorasi untuk membuat keputusan.
d.      Evaluasi akhir
2.       Merupakan metode peramalan kualitatif (Non – Statistik)
3.       Responden yang digunakan adalah pakar/ahli yang berhubungan dengan objek yang diteliti
4.       Suatu konferensi jarak jauh dengan menggunakan kuisioner
5.       Menurut Maassen dan Van Vught (1984) hasil Delphi lebih teliti dan tingkat konsensus lebih tingg
       karena delphi memperhatikan ketidaksetujuan.
6.       Tim Monotoring/ fasilitator mengirimkan kuesioner dan panel ahli mengikuti petunjuk dan pandangan 
       mereka. Jika konsensus tidak tercapai, proses itu berjalan terus hingga membangun konsensus.
7.       Anonymity of the participants (anonimitas peserta)

Secara umum, prinsip dasar Delphi adalah :
  1. Anonimitas: para pakar yang memberikan pendapat tidak saling mengenal (dirahasiakan)
  2. Iterasi: penilaian oleh para pakar dihimpun dan dikomunikasikan kembali dalam dua putaran atau lebih, sehingga berlangsung proses belajar sosial dan dimungkinkan berubahnya penilaian awal
  3. Tanggapan balik yang terkontrol: pengkomunikasian penilaian dilakukan dalam bentuk rangkuman jawaban terhadap kuisioner
  4. Jawaban statistik: rangkuman dari jawaban setiap orang disampaikan dalam bentuk ukuran tendensi sentral: distribusi frekuensi
  5. Konsensus pakar: kesepakatan opini dari suatu kasus (hasil akhir)
Dengan berbagai literatur dari berbagai studi, diperoleh beberapa kekurangan dalam penggunaan analisa Delphi, diantaranya :
  • Lambat dan menghabiskan banyak waktu
  • Tidak mengijinkan untuk kemungkinan komunikasi verbal melalui pertemuan langsung perseorangan
  • Responden dapat salah mengerti terhadap kuisioner
  • Tidak mengijinkan untuk kontribusi perspektif yang berhubungan dengan masalah
  • Tidak terdapat proses konfrontasi untuk mempertahankan argumen masing-masing.
  • Penggunaannya lemah dalam menentukan peramalan kompleks dalam memperhatikan banyak faktor. 
Selain itu, diperoleh beberapa kelebihan dalam penggunaan analisa Delphi, diantaranya :
  • Delphi mengabaikan nama dan mencegah pengaruh yang besar satu anggota terhadap anggota lainnya sehingga tercapai objektivitas.
  • Masing-masing responden memiliki waktu yang cukup untuk mempertimbangkan masing-masing bagian dan jika perlu melihat informasi yang diperlukan untuk mengisi kuisioner.
  • Menghindari tekanan sosial psikologi.
  • Perhatian langsung pada masalah.
  • Memenuhi kerangka kerja.
  • Menghasilkan catatan dokumen yang tepat.
  • Bermanfaat dalam menjawab satu pertanyaan, khusus, dan dalam sebuah (satu) dimensi.
-          Delphi dapat digunakan sebagai sebuah permualaan (input) bagi model kuantitatif lain (Gatewood dan Gatewood, 1983). Seperti input dalam analisa Dematel, Cross-Impact Analysis, dan Analytical Network Process.

Tahapan pelaksanaan Delphi dapat dilihat pada skema dibawah berikut. 


Studi Kasus

Seorang peneliti perusahaan konsultan ingin meneliti mengenai rekomendasi tindakan dalam upaya mengatasi hambatan penyedia jasa pada proses pengadaan jasa konsultansi. Dengan menggunakan metode Delphi, peneliti melaksanakan tahapan pertama dalam Delphi, yakni penentuan variabel yang akan digunakan dalam menentukan rekomendasi. Melalui kajian pustaka ditemui 3 indikator, yakni indikator manajemen, hukum, dan teknis. Masing-masing indikator, secara hirarkhial, memiliki beberapa variabel. Kemudian, variabel tersebut akan divalidasikan atau diverivikasi melalui para pakar yang ahli dibidangnya.
Dalam penelitiannya, peneliti memilih 5 orang pakar dari sudut pandang berbeda dan dengan kriteria yang berbeda-beda berdasarkan keinginan peneliti tetapi homogen menurut kepentingan dan keterkaitannya dengan variabel yang ingin divalidasikan baik dari akademisi, praktisi, maupun birokrasi, untuk menemukan variabel terpilih. Dari 5 orang pakar terebut akan diperoleh komentar/masukan berupa kalimat variabel penelitian, penambahan dan pengurangan jumlah variabel, pengolahan data, dan sebagainya. Berikut adalah para pakar yang memenuhi syarat peneliti.

Tabel 3. Data Umum Pakar

No.
Pakar
Pengalaman Kerja (Tahun)
Jabatan
Pendidikan
1
I
30
Praktisi dan Akademisi
S3
2
II
25
Praktisi dan Akademisi
S2
3
III
40
Praktisi dan Akademisi
S3
4
IV
18
Praktisi dan Akademisi
S2
5
V
22
Birokrasi
S2
Sumber : Hasil Olahan

Setelah para pakar diberikan questionnaire I atas variabel penelitian ini, maka dapat ditabula-sikan hasilnya pada tabel berikut.

Tabel 4. Rekapitulasi Verifikasi dan Validasi Pakar

Indikator
Panel X(n)
Variabel/Sub Indikator
1
2
3
4
5
Manajemen
X1
Dukungan manajemen perusahaan penyedia jasa
0
0
1
1
1
X2
Inisiatif kompetisi penyedia jasa
1
1
1
1
1
X3
Resistensi terhadap perubahan sistem pengadaan
1
1
1
1
1
X4
Software yang tidak kompatibel
1
0
0
1
1
X5
Tidak mendapatkan user ID dan password setelah registrasi
1
1
1
1
1
X6
Biaya investasi teknologi informasi
1
1
1
1
1
Hukum
X7
Kurangnya kebijakan IT nasional sehubungan dengan isu e-procurement
0
0
0
0
0
X8
Kurangnya fleksibilitas (pengendalian aturan)
0
0
0
0
0
X9
Pembukttian pengesahan elektronik
0
0
0
0
0
X10
Kemampuan kontrak elektronik untuk dilaksanakan
0
0
0
0
0
Teknis
X11
Disfungsional birokrasi
0
1
1
0
1
X12
Prosedur e-procurement yang rumit
1
0
1
1
0
X13
Akses perusahaan penyedia jasa ke internet
1
1
0
1
1
X14
Tidak bisa melakukan regristrasi
0
0
1
1
1
X15
Bandwidth yang terbatas
1
1
0
1
0
X16
Tidak lengkapnya sistem penilaian
1
1
0
1
1
X17
Sistem keamanan pengiriman data
0
1
1
1
0
X18
Kesalahan dalam pengiriman identitas penyedia jasa
0
1
1
1
1
X19
Kelengkapan administrasi (sertifikat Badan Usaha)
0
1
1
0
1
X20
Perbedaan pndekatan nasional terhadap e-procurement
1
1
1
0
1
X21
Kurangnya informasi dari pengirim
1
1
1
1
1
X22
Kurangnya publisitas/kepedulian terhadao solusi praktis
1
1
1
1
1


Dari hasil verifikasi dan validasi pakar diambil kesimpulan bahwa 22 variabel awal, terjadi pengurangan variabel pada semua variabel indikator hukum. Variabel-variabel hambatan yang tidak disetujui oleh pakar karena bukan merupakan hambatan penyedia jasa adalah seluruh variabel yang berhubungan dengan hokum, menurut para pakar hokum/kebijakan e-procurement adalah “given” dari pengguna jasa sebagai pengendali sistem e-procurement.
Menurut pakar mengenai kurangnya kebijakan IT Nasional sehubungan dengan isu e-procurement, hal tersebut merupakan hambatan pengguna jasa. Kemudian mengenai pengendalian peraturan, penyedia jasa sama sekali tidak terkait dengan pengendalian peraturan-peraturan.
Menurut pakar, untuk pembuktian/pengesahan elektronik dan kontrak elektronik, penyedia jasa hanya mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan pengguna jasa sehingga penggunaan kontrak konvensional maupun kontak secara elektronik tidak menjadi hambatan bagi penyedia jasa.
                Setelah dilakukan questionnaire I, maka questionnaire II disusun dan disebar kepada penyedia jasa yang ada mengikuti proses pengadaan jasa konsultansi secara elektronik e-procurement., Dengan jumlah questionnaire sebanyak 30 lembar dan semua telah diperoleh kembali. Responden dalam pengumpulan data pada tahap ini adalah team leader atau jabatan setingkatnya.
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara semua kategori dalam masing-masing maka dapat dilakukan analisis komparatif dengan metode Mann-Whitney terhadap kategori pengalaman, pendidikan, dan jabatan. Dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas variabel uji normalitas. Lalu Questionnaire III disusun untuk untuk divalidasi hasil rumusan rekomendasi tindakan oleh pakar.

Written and Compiled By :  Tadaki Santoso Hasegawa

Perencanaan Wilayah dan Kota
Students at Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya